2 Hal Mengapa Santri Gontor Dianggap Ujub
Tuesday, September 1, 2020
Add Comment
Ujub banget sih ni anak Gontor...
By : Oky Rachmatulloh
Pernyataan ini mengemuka setelah kemarin ada yg menanyakan hal tersebut.
Dan seperti biasa pertanyaan seperti itu laksana baru kerikil dalam sebuah ember berisi air yg penuh, jadi sedikit sekalipun pasti akan menimbukan gejolak pada dunia Maya kita.
Maka dari itulah, Insya Allah akan coba saya jawab pada artikel kalai ini tentu saja dengan versi saya, karena versi saya maka jika ada salahnya ya jangan menyalahkan Gontor, karena yg salah pasti dari saya dan saya sama sekali tidak mewakili Gontor. Cuma saya mencoba menjawab dengan bahasa saya...
Jadi begini, kalau di sebut ujub apa yg mau di Ujubkan di Gontor. Kurikulumnya kuno, buku-bukunya kuno, penerapan bahasanya juga kuno. Panitia ujian juga masih kuno secara sistem, panitia ujian juga begitu, bahkan ada bagian bikin lem di panitia ujian, kerjanya? Bikin lem dan membagi-bagikanya ke seluruh kelas sebagai perekat kertas tambahan.
Bayangkan, kan bisa saja Gontor ngsih lem jadi ber merk lalu menyebarkan lem itu ke seluruh kelas.
Kenapa harus bikin sendiri lemnya? Kuno sekali bukan? Panitia ujian masuk juga begitu, sudah zaman teknologi komputer kaya begini kok tidak ada pendaftaran online. Ujiannya juga harus hadir, tidak ada ujian on line.
Betul-betul masa lalu, boleh dibilang ketinggaln jaman. Tapi penerapan berbagai "masa lalu" ini semua dilakukan dengan kesungguhan.
Karena bukan point akan sesuatu yg kita kejar, tapi ada hal lain yg kita jadikan sasaran.
Misalnya soal lem, bukan "menjadikan" lemnya target kita. Tapi kebersamaan, kemauan untuk mengerjakan amanah, dan kesatuan dalam menjalin persatuan dalam kenaitiaan, itulah kebanggaan.
Dan kita ga dapat apa-apa. Demi Allah ga dapet apa-apa. Paling cuma kerupuk goreng pasir buat kelelahan kami.
Panitia ujian masuk juga demikian, semua manual, tapi sungguh-sungguh dilakukan.
Ujian masuk yg mengujikan 3 mata pelajaran ini harus selesai dikoreksi dalam jangka waktu semalam saja, maka kamipun dikumpulkan di satu tempat untuk mengoreksi, dari ust senior sampai junior mengerjakan tugas koreksi itu.
Dapat apa? Tahu goreng dan teh hangat. Cuma itu yg bisa kami bawa. Lain tidak, tapi kami serius melaksanakan amanah ini, kenapa? Karena jauh di alam bawah sadar kami melihat betapa banyak santri dan wali santri yg datang dari tempat yg jauh, dan mereka harus berhitung dengan waktu untuk menginap di Gontor, bahkan betapa nampak mereka khawatir ketika pengumuman di Gontor di undur satu hari.
Kami fahami itu, maka ke sungguhan harus kami lalukan.
Itu adalah salah sedikit dari aktifitas Gontor yg biasa kami lakukan.
Bahkan hal-hal kuno yg kami lakukan dengan kesungguhan itu sudah kami anggap biasa sekali di Gontor.
Nguji ga dibayar, biasa. Ngawas ndak dibayar, biasa. Koreksian ga dibayar, sangat biasa. Jadi panitia qurban, ga dibayar. Jadi panitia panggung gembira, tidak dibayar juga. Jadi petugas penjaga koperasi pelajar, kita malah suruh bayar ke pondok. Dan itu hal yg biasa sekali.
Cuma karena hal-hal yg dianggap biasa itu tadi disampaikan di era yg sudah serba materialiatis seperti sekarang, bisa jadi itu dianggap sebuah hal ujub oleh beberapa kalangan.
Karena hal-hal yg biasa kita lakukan sekarang menjadi asing di dunia luar. Yang tidak ikut melakukan sudah pasti akan di musuhi oleh semua kalangan.
Seakan-akan mengajar tidak dibayar itu memang hal luar biasa, dan menyebutnya biasanya akan di anggap sok sekali. Maaf ini biasanya, dan sekali lagi ini kesan saya.
Yang kedua adalah pelajaran "Yahanu" yg mungkin dianggap berlebihan.
Percaya diri di Gontor ini diajarkan, diberi contoh, diberi wadah dan diberi tempat. Ini serius digarap dikerjakan, untuk apa? Biar kita tidak selalu merasa anak nomor dua karena kita sekolah di pesantren.
Biar kita merasa Bangga dengan berbagai hal yg diberi oleh Gontor.
Maka jika ada penampilan, maka muncullah "Yahanu"itu dengan liar biasa. Pramuka yg luar biasa. Drama yg luar biasa. Pidato yg luar biasa pula, ini teebantuk dari karakter Yahanu dalam diri santri. Karakter percaya diri yg luar biasa, sehingga terkadang terkesan Ujub juga.
Bukan cuma di dunia Maya, dalam keseharian, demikian juga komentar masyarakat.
Kalau Yahanu ini sudah mendarah daging, maka orang yg belum tahu Gontor pasti alan terkejut dan kemudian terkesan Ujub anak-anak Gontor itu.
Padahal iti hanya salah satu cara kami untuk menutup diri dari kekerdilan jiwa karena kami ini anak pesantren.
Kami harus dibesarkan jiwanya. Kami harus di banggakan keputusannya. Jika ini berhasil, maka kami akan tampil lebih percaya diri, bisa mengatasi masalah sendiri, dan menyelesaikannya sendiri.
Cuma tekadang ini dipandang Ujub oleh sebagian orang, padahal seandainya mereka tahu, betapa susahnya menciptakan rasa percaya diri ini.
Itulah sedikit yg bisa saya berikan sebagai tambahan pada komentar tentang apakah santri Gontor itu Ujub? Bukan, karena dua hal : yg pertama karena bisa jadi hal dianggap luar biasa itu sangat biasa sekali kita lakukan, yg kedua karena percaya diri yg sedikit berlebihan.... Insya Allah......
By : Oky Rachmatulloh
Pernyataan ini mengemuka setelah kemarin ada yg menanyakan hal tersebut.
Dan seperti biasa pertanyaan seperti itu laksana baru kerikil dalam sebuah ember berisi air yg penuh, jadi sedikit sekalipun pasti akan menimbukan gejolak pada dunia Maya kita.
Maka dari itulah, Insya Allah akan coba saya jawab pada artikel kalai ini tentu saja dengan versi saya, karena versi saya maka jika ada salahnya ya jangan menyalahkan Gontor, karena yg salah pasti dari saya dan saya sama sekali tidak mewakili Gontor. Cuma saya mencoba menjawab dengan bahasa saya...
Jadi begini, kalau di sebut ujub apa yg mau di Ujubkan di Gontor. Kurikulumnya kuno, buku-bukunya kuno, penerapan bahasanya juga kuno. Panitia ujian juga masih kuno secara sistem, panitia ujian juga begitu, bahkan ada bagian bikin lem di panitia ujian, kerjanya? Bikin lem dan membagi-bagikanya ke seluruh kelas sebagai perekat kertas tambahan.
Bayangkan, kan bisa saja Gontor ngsih lem jadi ber merk lalu menyebarkan lem itu ke seluruh kelas.
Kenapa harus bikin sendiri lemnya? Kuno sekali bukan? Panitia ujian masuk juga begitu, sudah zaman teknologi komputer kaya begini kok tidak ada pendaftaran online. Ujiannya juga harus hadir, tidak ada ujian on line.
Betul-betul masa lalu, boleh dibilang ketinggaln jaman. Tapi penerapan berbagai "masa lalu" ini semua dilakukan dengan kesungguhan.
Karena bukan point akan sesuatu yg kita kejar, tapi ada hal lain yg kita jadikan sasaran.
Misalnya soal lem, bukan "menjadikan" lemnya target kita. Tapi kebersamaan, kemauan untuk mengerjakan amanah, dan kesatuan dalam menjalin persatuan dalam kenaitiaan, itulah kebanggaan.
Dan kita ga dapat apa-apa. Demi Allah ga dapet apa-apa. Paling cuma kerupuk goreng pasir buat kelelahan kami.
Panitia ujian masuk juga demikian, semua manual, tapi sungguh-sungguh dilakukan.
Ujian masuk yg mengujikan 3 mata pelajaran ini harus selesai dikoreksi dalam jangka waktu semalam saja, maka kamipun dikumpulkan di satu tempat untuk mengoreksi, dari ust senior sampai junior mengerjakan tugas koreksi itu.
Dapat apa? Tahu goreng dan teh hangat. Cuma itu yg bisa kami bawa. Lain tidak, tapi kami serius melaksanakan amanah ini, kenapa? Karena jauh di alam bawah sadar kami melihat betapa banyak santri dan wali santri yg datang dari tempat yg jauh, dan mereka harus berhitung dengan waktu untuk menginap di Gontor, bahkan betapa nampak mereka khawatir ketika pengumuman di Gontor di undur satu hari.
Kami fahami itu, maka ke sungguhan harus kami lalukan.
Itu adalah salah sedikit dari aktifitas Gontor yg biasa kami lakukan.
Bahkan hal-hal kuno yg kami lakukan dengan kesungguhan itu sudah kami anggap biasa sekali di Gontor.
Nguji ga dibayar, biasa. Ngawas ndak dibayar, biasa. Koreksian ga dibayar, sangat biasa. Jadi panitia qurban, ga dibayar. Jadi panitia panggung gembira, tidak dibayar juga. Jadi petugas penjaga koperasi pelajar, kita malah suruh bayar ke pondok. Dan itu hal yg biasa sekali.
Cuma karena hal-hal yg dianggap biasa itu tadi disampaikan di era yg sudah serba materialiatis seperti sekarang, bisa jadi itu dianggap sebuah hal ujub oleh beberapa kalangan.
Karena hal-hal yg biasa kita lakukan sekarang menjadi asing di dunia luar. Yang tidak ikut melakukan sudah pasti akan di musuhi oleh semua kalangan.
Seakan-akan mengajar tidak dibayar itu memang hal luar biasa, dan menyebutnya biasanya akan di anggap sok sekali. Maaf ini biasanya, dan sekali lagi ini kesan saya.
Yang kedua adalah pelajaran "Yahanu" yg mungkin dianggap berlebihan.
Percaya diri di Gontor ini diajarkan, diberi contoh, diberi wadah dan diberi tempat. Ini serius digarap dikerjakan, untuk apa? Biar kita tidak selalu merasa anak nomor dua karena kita sekolah di pesantren.
Biar kita merasa Bangga dengan berbagai hal yg diberi oleh Gontor.
Maka jika ada penampilan, maka muncullah "Yahanu"itu dengan liar biasa. Pramuka yg luar biasa. Drama yg luar biasa. Pidato yg luar biasa pula, ini teebantuk dari karakter Yahanu dalam diri santri. Karakter percaya diri yg luar biasa, sehingga terkadang terkesan Ujub juga.
Bukan cuma di dunia Maya, dalam keseharian, demikian juga komentar masyarakat.
Kalau Yahanu ini sudah mendarah daging, maka orang yg belum tahu Gontor pasti alan terkejut dan kemudian terkesan Ujub anak-anak Gontor itu.
Padahal iti hanya salah satu cara kami untuk menutup diri dari kekerdilan jiwa karena kami ini anak pesantren.
Kami harus dibesarkan jiwanya. Kami harus di banggakan keputusannya. Jika ini berhasil, maka kami akan tampil lebih percaya diri, bisa mengatasi masalah sendiri, dan menyelesaikannya sendiri.
Cuma tekadang ini dipandang Ujub oleh sebagian orang, padahal seandainya mereka tahu, betapa susahnya menciptakan rasa percaya diri ini.
Itulah sedikit yg bisa saya berikan sebagai tambahan pada komentar tentang apakah santri Gontor itu Ujub? Bukan, karena dua hal : yg pertama karena bisa jadi hal dianggap luar biasa itu sangat biasa sekali kita lakukan, yg kedua karena percaya diri yg sedikit berlebihan.... Insya Allah......
0 Response to "2 Hal Mengapa Santri Gontor Dianggap Ujub"
Post a Comment