Menjadikan Yang Tidak Biasa Menjadi Biasa Oleh Oky Rachmatulloh
Friday, June 19, 2020
Add Comment
By : oky rachmatulloh
Kemarin ada alumni ISID (unida) yg menulis yg kurang lebih kalau bahasa saya, keberatan dengan dramatisasi selesainya ujian kelas enam tahun ini. Beliau menyatakan bahwa ujian di Gontor itu biasa, santri tetap bisa tidur, bisa makan, bahkan masih bisa olah raga. Jadi ya jangan di dramatisir seolah-olah ujian di Gontor itu mengerikan sehingga pandangan orang ke Gontor itu "ngeri" padahal melihat Gontor saja calon wali santri itu belum pernah.
Pengukuhan organisasi pelajar pondok modern |
Saya tersenyum, sayapun menganggukkan kepala atas apa yg beliau tulis, tapi juga saya tidak menyalahkan juga wali santri yg mendramatisir ujian kelas enam ini, siapa tahu maksud para wali ini bukan mendramatisir tapi mengungkapkan perasaannya secara hakiki. Tapi kenapa hiprrbolis gt?? Ya mungkin karena perasaan rindu, doa yg di ucap berhari-hari lalu bayangan putra-putrinya melintas maka lahirlah ungkapan hiperboli itu. Sangat wajar bagi wali kelas enam mengupload status tentang "ngeri"nya ujian kelas enam itu. Ya meskipun mungkin putera-puterinya yg ikut ujian biasa saja, seperti kata ust diatas.
Sebenarnya, apa yg temui di Gontor adalah hal yg biasa dan memang demikianlah seharusnya. Melihat santri jadi panitia bulan syawwal dengan ramah dan sopan juga sigap, memang harusnya seperti itu kan? Melihat santri belajar malam sampai tidak tidur menghadapi ujian, lha bukannya seharusnya juga demikian? Melihat bagaimana para santri begitu amanah memegang keuangan berjumlah 1,5 milliar, bukankah kewajaran jika kita melakukannya? Menyaksikan para Guru menjadi panitia ujian dan hanya "dibayar" dengan krupuk dan sambel pecel saja, nah bukankah ini juga hal yg wajar?? Lalu melihat kelas akhir menempuh ujian dengan sama sekali tidak mencontek, lha memangnya ujian boleh menyontek? Lalu bagaimana di Gontor sama sekali tidak ada celah untuk "main belakang" bahan dengan kyai sekalipun ketika ujian masuk? lho memangnya boleh "main belakang" di negeri manapun di dunia ini ketika pendaftaran? Atau ketika melihat pendaftaran di Gontor uang kita di kembalikan, itu hal biasa kan?? Kalau ada santri di hukum gara2 melawan guru, bukankah sejak jaman nabi menghormati guru itu wajib? Dan itu setiap hari kami lakukan di Gontor.
Tapi di kehidupan nyata, kita hampir tidak menemui hal yg saya sebut wajar diatas. Yg banyak kita temui justru kebalikan dari hal diatas. Ujian yg kita lihat adalah ujian yang "wajar" mengatur nilai, "wajar" menyontek, kabar yg kita dengar adalah murid yg merokok didepan gurunya, Aturan perizinan yg mudah keluar asalkan (sepengetahuan saya) dengan "harga berbeda", sekolah yg semakin tinggi ifaq kita maka semakin besar kemungkinan diterimanya, atau juga kita terbiasa menjadi panitia ujian yg ketika menguji kita dibayar per harinya berapa ? Nah karena hal2 yg tidak wajar itu sudah menjadi rahasia umum yg wajar kita temui, maka jadilah hal2 wajar yg kita temui di Gontor tadi menjadi "tidak wajar" di mata kita.
Maka jadilah apa yg kita, alumni Gontor ini anggap wajar, biasa tidak aneh, tidak ngeri, ini menjadi hal yg luar biasa, aneh, dahsyat, "mengerikan"di mata masyarakat yg terbiasa dengan hal-hal diatas. Maka muncullah istilah istilah yg bagi alumni bisa jadi dinilai lebay, seperti "mujahid" di "medan juang", " selamat berjuang " di "ujian tersulit sejagat", dan istilah lain yg seirama. Untuk menengahinya, mungkin yg alumni harus melepas dulu kaca mata alumninya, biar kita tidak menganggap apa yg di sampaikan yg lain lebay, dan yg non Gontory, bisa jadi mengganti dulu kaca mata pandangnya dengan kaca mata alumni, biar kita juga tidak "menakuti" calon wali santri yg lain yg dianggap gontor itu menakutkan. Atau setidaknya biar kita tidak di sebut "lebay" he.... He.... He....
0 Response to "Menjadikan Yang Tidak Biasa Menjadi Biasa Oleh Oky Rachmatulloh"
Post a Comment