Hymne Oh Pondokku
Wednesday, June 17, 2020
Add Comment
Hymne oh pondokku
By Oky rachmatulloh
Kalau kita adalah Alumni Gontor, lalu suatu masa kita tercekat dalam kesunyian. Maka padanglah matahari senja di pinggir masjid, lalu pelan tapi pasti dendangkanlah Hymeno Oh pondokku lalu resapilah kalimat demi kalimat dari Sya’ir yang kita lantunkan, pejamkan mata kita, Lalu rasakanlah...kedamaian itu mengalir menembus batin, kerinduan yang menyeruak kalbu, dan seua kenangan tentang Gontor akan mengalir deras mengisi benak fikiran kita masing-masing..
Penciptanya seakan tahu bahwa syair yang dia tuliskan akan dikenang sebagai syair yang menatuakn semua generasi. Menurut Ust hasan, Lagu Hymane Oh Pondokku ini awalnya berirama keroncong. Pada zaman itu, keroncong adalah musik yang menghibur pada masanya. Pak Sahal adalah salah seorang penggemar musik ini. Maka masuklah Hymne Oh Pondoku ini sebagai lagu yang asyik untuk dinikmati. Untuk kemudian menjadi “Lagu Kebangsaan” bagi santri-santri Gontor.
Mari kita simak syairnya...
Oh Pondokku tempat naung kita
Dari kecil sehingga Dewasa
Rasa Batin Damai dan sentausa
Dilindungi Allah Ta’ala
Lihatlah pemilihan katanya. Kenapa dipilih kata “Naung kita” bukan “tempat pendidikan kita” atau “tempat mengabdi kita” tapi “Naung”. Bernaung bisa berrati berlindung. Gontor di ceriterakan sebagai tempat berlindung kita. Berlidung dari semua hal. Dari kejahatan fisik ataupun kejahatan nurani. Semua yang masuk Gontor, dia merasa aman karena dia hidup bersama-sama saudara seiman. Di asuh oleh kyai dan ustadz yang berilmu, dijamin kebebasan mengexpresikan kegiatan kita selama masih dalam koridor pendidikan. Dan tentu saja yang paling penting adalah “Dilindungi Allah ta’ala”. Kalau Allah sudah jadi pelindung, maka kekuatan mana yang bia menyentuh diri kita? Jika keamanan dan keimanan ini sudah bisa kita capai, apa alasanya kita tidak bisa hidup damai dan sentausa? Maka Gontor sebagai sebuah keluarga besar yang sudah memberikan keamanan dan kenyaman ini, sudah memberi kedamaian dan kesantusaan ini, sebagaimana sebuah syair
Gontor itu teduh dan sejuk bagi para pecinta ilmu
Tapi gersang dan panas bagi para penghamba nafsu
Gontor itu damai dan tenang bagai para ahli fikir
Tapi gerah dan membosankan bagi para ahli pelesir
Gontor itu luas dan menyenangkan bagi para pecinta damai
Tapi sempit dan menyesakkan bagai para pecinta ramai....
***
Mari kita lanjutkan mengurai syair Hymne kita bersama ini...
Tiap Pagi dan Petang
Kita beramai sembahyang
Mengabdi kepada Allah ta’ala
Di dalam kalbu kita
Setiap hari, 5 waktu kita semai, sembahyang berjamaah dengan saudara dan teman. Bercanda ketika wudlu, mungkin saling lempar kopyah dengan teman, atau canda-canda lain yang mengenang. Lalu dengan khsuyu’ kita hadapkan diri dalam kepasrahan total, mengabdi kepada Allah ta’ala. Sebuah pengabdian kepada Allah, bukan kepada dunia, bukan kepada pangkat dan jabatan, keikhlasan ini yang selalu di dengungkan di Gontor. Maka tidak heran, di Gontor ada Guru S3, sekelas doktor lulusan timur tengah atau Eropa, mengajar anak-anak SMU. Kok mau? Kok ada? Karena pengabdian atas dasar keikhlasan ini yng terbentuk dari kecil. Dari sembahyang yng dilatihkan, dari doa yang diucapkan, dari dari pendidikan yang diberikan. Gontor melatih kita semua untuk siap seperti itu.
Wahai Pondok Tempatku
Laksana Ibu kandungku
Nan kasih serta sayang padaku
Oh Pondokku...
I....Bu....Ku....
Pada bait selanjutnya ini, penyair menggambarkan Gontor laksana seorang Ibu. Yang dengan penuh kasih sayang akan memberi apa yang kita pinta. Tentu saja, tidak semua permintaan itu akan kita terima saat itu juga, karena sang Ibu tahu, kapan permintaan itu akan dikabulkan pada waktunya. Ada santri yng diberi tindakan, ada santri yang di botak, ada santri yang dpindahkan sekolahnya, bahkan ada santri yng di usir dari Gontor, ini dimana kasih sayanya? Ah, tidak pernahkah kita di jewer ibu kita jika kita nakal?? Tidak pernahkah kita dibentak Ibu kita karena terlau khawatir kepada kita? Tidak pernahkan kita di gendong dengan paksa lalu diajak menjauh dari keramaian yang menggoda kita hanya gara-gara ibu tidak mau ada hal buruk terjadi kepada kita? Itulah ibarat seorang Ibu yang penuh kasih sayang menjaga kita. Karena jika sekalipun kita sudah berbuat dosa yang menyebabkan kita di usir dari Gontor sekalipun, selama kita ikhlas menerimanya sebagai sebuah pendidikan, maka suatu saat nanti kita bahakn akan diterima dengan setulusnya jika kita kembali lagi ke Gontor, dengan status sebagai Alumni...meskipun tidak lulus di Gontor ini...
Masya Allah..Indah nian syari yang dibuat ini. Hati siapa tak tergerak untuk merenda masa lalunya lalu menumpahkan keharuannya jika mendengar syari lagu ini? Ribuan Alumni di Gontor, yang bisa jadi tidak mengenal satu dengan yang lain karena beda angkatan, bisa hanyut dalam irama musik dan syair yang menyatu ketika 90 tahun Gontor tahun yang lalu. Siapakah gerangan pengarang lagu ini??
Mohammad Moein. Pria kelahiran Rembang yang fotonya seperti di bawah inilah pengarang hymne oh pondokku itu. Menantu dari KH Rahmad Soekarto (Kakak Tertua Trimurti Pendiri Gontor) inilah penciptanya. Arasemennya menurut bebrapa orang mirip lagu serenade, tapi memang zaman dulu sering seperti itu. Bahkan lagu "sang surya" nya Muhammadiyah itu arasemen musiknya mirip lagunya Ummu Kultsum, penyanyi merdua asal mesir. Tapi tidak mengapa, karena lagu itu diingat karena kesannya....
Oh Pondokku...Semoga tetap terjaga....
By Oky rachmatulloh
Kalau kita adalah Alumni Gontor, lalu suatu masa kita tercekat dalam kesunyian. Maka padanglah matahari senja di pinggir masjid, lalu pelan tapi pasti dendangkanlah Hymeno Oh pondokku lalu resapilah kalimat demi kalimat dari Sya’ir yang kita lantunkan, pejamkan mata kita, Lalu rasakanlah...kedamaian itu mengalir menembus batin, kerinduan yang menyeruak kalbu, dan seua kenangan tentang Gontor akan mengalir deras mengisi benak fikiran kita masing-masing..
Hymne Oh Pondokku |
Penciptanya seakan tahu bahwa syair yang dia tuliskan akan dikenang sebagai syair yang menatuakn semua generasi. Menurut Ust hasan, Lagu Hymane Oh Pondokku ini awalnya berirama keroncong. Pada zaman itu, keroncong adalah musik yang menghibur pada masanya. Pak Sahal adalah salah seorang penggemar musik ini. Maka masuklah Hymne Oh Pondoku ini sebagai lagu yang asyik untuk dinikmati. Untuk kemudian menjadi “Lagu Kebangsaan” bagi santri-santri Gontor.
Mari kita simak syairnya...
Oh Pondokku tempat naung kita
Dari kecil sehingga Dewasa
Rasa Batin Damai dan sentausa
Dilindungi Allah Ta’ala
Lihatlah pemilihan katanya. Kenapa dipilih kata “Naung kita” bukan “tempat pendidikan kita” atau “tempat mengabdi kita” tapi “Naung”. Bernaung bisa berrati berlindung. Gontor di ceriterakan sebagai tempat berlindung kita. Berlidung dari semua hal. Dari kejahatan fisik ataupun kejahatan nurani. Semua yang masuk Gontor, dia merasa aman karena dia hidup bersama-sama saudara seiman. Di asuh oleh kyai dan ustadz yang berilmu, dijamin kebebasan mengexpresikan kegiatan kita selama masih dalam koridor pendidikan. Dan tentu saja yang paling penting adalah “Dilindungi Allah ta’ala”. Kalau Allah sudah jadi pelindung, maka kekuatan mana yang bia menyentuh diri kita? Jika keamanan dan keimanan ini sudah bisa kita capai, apa alasanya kita tidak bisa hidup damai dan sentausa? Maka Gontor sebagai sebuah keluarga besar yang sudah memberikan keamanan dan kenyaman ini, sudah memberi kedamaian dan kesantusaan ini, sebagaimana sebuah syair
Gontor itu teduh dan sejuk bagi para pecinta ilmu
Tapi gersang dan panas bagi para penghamba nafsu
Gontor itu damai dan tenang bagai para ahli fikir
Tapi gerah dan membosankan bagi para ahli pelesir
Gontor itu luas dan menyenangkan bagi para pecinta damai
Tapi sempit dan menyesakkan bagai para pecinta ramai....
***
Mari kita lanjutkan mengurai syair Hymne kita bersama ini...
Tiap Pagi dan Petang
Kita beramai sembahyang
Mengabdi kepada Allah ta’ala
Di dalam kalbu kita
Setiap hari, 5 waktu kita semai, sembahyang berjamaah dengan saudara dan teman. Bercanda ketika wudlu, mungkin saling lempar kopyah dengan teman, atau canda-canda lain yang mengenang. Lalu dengan khsuyu’ kita hadapkan diri dalam kepasrahan total, mengabdi kepada Allah ta’ala. Sebuah pengabdian kepada Allah, bukan kepada dunia, bukan kepada pangkat dan jabatan, keikhlasan ini yang selalu di dengungkan di Gontor. Maka tidak heran, di Gontor ada Guru S3, sekelas doktor lulusan timur tengah atau Eropa, mengajar anak-anak SMU. Kok mau? Kok ada? Karena pengabdian atas dasar keikhlasan ini yng terbentuk dari kecil. Dari sembahyang yng dilatihkan, dari doa yang diucapkan, dari dari pendidikan yang diberikan. Gontor melatih kita semua untuk siap seperti itu.
Wahai Pondok Tempatku
Laksana Ibu kandungku
Nan kasih serta sayang padaku
Oh Pondokku...
I....Bu....Ku....
Pada bait selanjutnya ini, penyair menggambarkan Gontor laksana seorang Ibu. Yang dengan penuh kasih sayang akan memberi apa yang kita pinta. Tentu saja, tidak semua permintaan itu akan kita terima saat itu juga, karena sang Ibu tahu, kapan permintaan itu akan dikabulkan pada waktunya. Ada santri yng diberi tindakan, ada santri yang di botak, ada santri yang dpindahkan sekolahnya, bahkan ada santri yng di usir dari Gontor, ini dimana kasih sayanya? Ah, tidak pernahkah kita di jewer ibu kita jika kita nakal?? Tidak pernahkah kita dibentak Ibu kita karena terlau khawatir kepada kita? Tidak pernahkan kita di gendong dengan paksa lalu diajak menjauh dari keramaian yang menggoda kita hanya gara-gara ibu tidak mau ada hal buruk terjadi kepada kita? Itulah ibarat seorang Ibu yang penuh kasih sayang menjaga kita. Karena jika sekalipun kita sudah berbuat dosa yang menyebabkan kita di usir dari Gontor sekalipun, selama kita ikhlas menerimanya sebagai sebuah pendidikan, maka suatu saat nanti kita bahakn akan diterima dengan setulusnya jika kita kembali lagi ke Gontor, dengan status sebagai Alumni...meskipun tidak lulus di Gontor ini...
Masya Allah..Indah nian syari yang dibuat ini. Hati siapa tak tergerak untuk merenda masa lalunya lalu menumpahkan keharuannya jika mendengar syari lagu ini? Ribuan Alumni di Gontor, yang bisa jadi tidak mengenal satu dengan yang lain karena beda angkatan, bisa hanyut dalam irama musik dan syair yang menyatu ketika 90 tahun Gontor tahun yang lalu. Siapakah gerangan pengarang lagu ini??
Mohammad Moein. Pria kelahiran Rembang yang fotonya seperti di bawah inilah pengarang hymne oh pondokku itu. Menantu dari KH Rahmad Soekarto (Kakak Tertua Trimurti Pendiri Gontor) inilah penciptanya. Arasemennya menurut bebrapa orang mirip lagu serenade, tapi memang zaman dulu sering seperti itu. Bahkan lagu "sang surya" nya Muhammadiyah itu arasemen musiknya mirip lagunya Ummu Kultsum, penyanyi merdua asal mesir. Tapi tidak mengapa, karena lagu itu diingat karena kesannya....
Oh Pondokku...Semoga tetap terjaga....
0 Response to "Hymne Oh Pondokku "
Post a Comment